Demak, Matapadma – Sejarah Kota Demak kembali menjadi sorotan setelah munculnya temuan data baru yang memperkuat bahwa kota ini sudah eksis sejak tahun 1460. Data tersebut merujuk pada catatan seorang penulis yang mengunjungi Demak pada tahun tersebut dan mendokumentasikan pengalamannya dalam sebuah buku pada tahun 1462.
“Kalau sudah disebut Demak di tahun 1460, berarti Demak sudah ada sebelum itu. Karena bukunya ditulis dua tahun kemudian,” ungkap Peneliti Islam Nusantara, Prof. Dr. KH Ahmad Baso, dalam Seminar Nasional dan Bedah Buku bertema Kajian Serat Babat Demak yang berlangsung di Serambi Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Kamis (07-08-2025).
Temuan ini dianggap penting sebagai pijakan koreksi terhadap narasi sejarah yang selama ini berkembang. Selain mengungkap tahun kelahiran Kota Demak, diskusi tersebut juga menyoroti dugaan kuat bahwa Keraton Demak dulunya terletak di kawasan Serambi Masjid Agung Demak, mengikuti jejak pola penempatan pusat pemerintahan masa Sunan Giri dan Sunan Ampel.
“Letak keratonnya di Serambi. Karena dahulu, pengadilan juga berada di Serambi. Ini mengikuti sistem pemerintahan Majapahit, di mana Raja sebagai pemimpin peradilan berkedudukan di sana,” terang Prof. Baso.
Ia menambahkan, pada masa itu konsep pemerintahan menyatu antara eksekutif dan yudikatif yang berpusat di kawasan Serambi. Di lokasi tersebut pula, berbagai urusan kenegaraan, politik, hukum, hingga penerimaan tamu penting seperti Putri Champa dan Adipati Terung dari Majapahit dilaksanakan.
Jagat Mandala, Kambing PE Raksasa Senilai Rp90 Juta Jadi Primadona di Demak Expo 2025
“Di Serambi semua urusan pemerintahan dijalankan. Maka, logis jika keraton berada di sini,” tegasnya.
Keraton yang dimaksud diperkirakan tak jauh dari kompleks makam para tokoh penting Demak, termasuk makam seorang tokoh yang disebut Tamaul.
Di akhir pemaparannya, Prof. Baso menekankan pentingnya pelurusan sejarah berdasarkan bukti otentik.
“Konsep kerajaan selalu mengikuti keberadaan pusat peradilan. Di mana ada lembaga peradilan, di situlah keraton. Dan itu semua merujuk ke Serambi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Demak, Zayinul Fata, menyambut baik temuan tersebut dan mendorong agar segera ada tindak lanjut dari Pemerintah Kabupaten Demak.
Diduga Lakukan Perzinahan dan Pemerasan, Oknum Kepala Desa di Demak Terancam 6 Tahun Penjara
“Kita punya narasumber luar biasa, Pak Baso. Temuan-temuannya bersifat ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Ini adalah hadiah terindah untuk Demak,” ujarnya.
Zayinul menilai perlunya dilakukan kajian bersama secara resmi dengan melibatkan pemerintah, para tokoh masyarakat, ulama, dan akademisi, guna memastikan temuan ini menjadi bagian penting dalam sejarah resmi Kota Demak.
“Semua yang disampaikan Pak Baso tertulis lengkap dan bisa diuji secara akademik. Maka sudah seharusnya menjadi acuan untuk penulisan ulang sejarah Demak,” tegasnya.
Menurutnya, inisiatif ini bukan sekadar kepentingan akademis, namun juga menyangkut identitas dan kebesaran Demak sebagai kota bersejarah. Keberadaan Masjid Agung Demak dan kawasan religius Kadilangu disebut sebagai kekuatan utama daya tarik wisata religi yang tidak tergantikan.
“Kalau Demak tidak ada Masjid Agung dan Kadilangu, lalu siapa yang akan datang ke sini? Itulah kebesaran kita. Maka sejarah ini harus dijaga dan dilestarikan,” pungkasnya.
Baca Juga: Aniaya Anak Sendiri, Pria di Demak Suruh Anak 5 Tahun Minum Air Kloset
Kunjungi YouTube: Matapadma